Rabu, 12 Januari 2011

Analisis Semiotik Puisi

MAKNA DIALEKTIK DALAM SAJAK “SHANG HAI” KARYA SUTARDJI CALZOUM BACHRI1

Oleh:
Sellafie Murk
(0906586) 2

ABSTRAK. Dalam puisi dapat kita temukan suatu tanda-tanda yang memiliki arti dan maksud tertentu, tanda-tanda tersebut dapat ditemukan mealaui kata-kata yang tardapat pada sebuah puisi. Dari tanda-tanda tersebut kita dapat memahami pemaknaan yang ingin sampaikan dari puisi tersebut.
PENDAHLUAN
Sebuah tanda-tanda melalui kata-kata dengan memberinya beban makna bisa berasal dari dalam bahasa, seperti semantik atau sintaksis, tetapi dapat pula berasal dari lingkungan luar bahasa, seperti konvensi sosial, kekuasaan politik, atau norma-norma moral.
Kodeleksikal. Nama dan kode-kode yang digunakan penyair salah satunya adalah melalui bunyi-bunyian. Misalnya dalam sajak yang berjudul Shang Hai. Teknik yang diterapkan penyair di sini adalah menerjemahkan kata-kata dalam kode leksikal ke dalam tanda-tanda non-leksikal.
Semantik diterjemahkan menjadi semiotik sebagaimana dikatakan oleh Emile Benveniste. Meski demikian, penggunaan kode-kode non-leksikal itu disusun dalam suatu struktur yang dengan mudah membuat kita menerjemahkannya kembali ke dalam kata-kata biasa dalam kode leksikal. Hubungan di antara signifier (tanda non-leksikal) dan the signified (kode leksikal) tidak dibuat eksplisit, tetapi memberi kemungkinan bagi pembaca untuk menemukannya.

SANG HAI

ping diatas pong
pong diatas ping
pingping bilang pong
pong-pong bilang ping
mau pong? bilang ping
maumau bilang pong
mau ping? bilang pong
maumau bilang ping
ya pong ya ping
ya ping ya pong
tak ya pong tak ya ping
ya tak ping ya tak pong
kutakpunya ping
kutakpunya pong
pinggir ping kumau pong
tak tak bilang ping
pinggir pong kumau ping
tak tak bilang pong
sembilu jarakMu merancap nyaring


1973

Ada tiga cara membaca sajak ini, diantaranya:
1. Semiotik, yaitu melihat semua bunyi bahasa dalam sajak itu sebagai tanda dan hubungan antartanda.
2. Semantik, yaitu melihat hubungan kode leksikal dengan makna.
3. Hermeneutik, yaitu melihat hubungan antara kode bahasa dengan makna, dan hubungan makna dengan konteks kebudayaan yang luas. Dibaca dengan cara hermeneutik maka sajak itu dapat menunjukkan suatu perjuangan eksistensial untuk memihak makna atau tanpa makna, persaingan antara percaya dan rasa sia-sia, tukar-menukar antara benci dan rindu, atau pingpong antara ada dan tiada.



ANALISIS SEMIOTIK

1. Aspek Sintaksis
Dilihat dari aspek tata bahasa baku dalam puisi Shang Hai terdapat beberapa ejaan yang tidak benar. Misalnya, pada kata “diatas” seharusnya di pisah menjadi “di atas” karena menunjukan letak/tempat. Ada juga pada pengulangan kata pada “pingping” seharusnya ditulis “ping-ping”, “maumau” saharusnya “mau-mau”. Selain itu ada beberapa kata yang penulisannya disatukan. Misalnya, dua kata menjadi seperti satu kata “kutakpunya”. Adapun beberapa kata tidak baku yaitu “bilang”.

2. Aspek Semantik

• Ping
Tidak dapat ditemukan arti dari kata ping.
• Pong
Tidak dapat ditemukan arti dari kata pong.
• Diatas
Menunjukan sesuatu ditempat yang berada di atas
• Bilang
Mengatakan sesuatu, melakukan ujaran.
• Mau
Menginginkan sesuatu.
• Ya
Menyatakan persetujuan.
• Tak
Menyatakan penolakkan
• Pinggir
Dalam KBBI ping berarti tepi atau punggir.

• Ku
Biasa digunakan untuk kata ganti orang pertama
• Sembilu
Dalam KBBI ping berarti kulit buluh yang tajam seperti pisau (dipakai untuk meretas perut ayam, memotong tali pusat, dan sebagainya).
• Mu
“Mu” biasa digunakan untuk kata ganti orang kedua.
• Jarak
Dalam KBBI ping berarti ruang sela (panjang atau jauh) antara dua benda atau tempat.
• Merancap
Dalam KBBI ping berarti melakukan rancap atau menajamkan senjata, sedangkan arti kata rancap adalah hal memuaskan nafsu syahwat dengan jalan tidak wajar.
• Nyaring
Dalam KBBI ping berarti keras, tinggi, dan terang (tentang suara, bunyi, lantang).

3. Aspek Pragmatik

ping di atas pong
pong di atas ping
ping ping bilang pong
pong pong bilang ping
mau pong? bilang ping
mau mau bilang pong
mau ping? bilang pong
mau mau bilang ping
ya pong ya ping
ya ping ya pong

Ada sesuatu yang intens dan tegang dalam larik-larik tersebut yang kita tak tahu sepenuhnya apa. Akan tetapi, untuk keperluan penafsiran, kita secara eksperimental dapat mengganti fonem ping dan pong dengna kata-kata yang ada dalam kode leksikal bahasa Indonesia.
Misalnya, dengan mengganti fonem ping dengan kata-kata seperti: ada, percaya, rindu, dan dekat, dan mengganti fonem pong dengan kata-kata seperti: tiada, sia-sia, benci atau jauh maka akan terasa ketegangan itu.
Dengan peralihan ke dalam kode leksikal, maka larik-larik di atas akan berbunyi:

ada di atas tiada
tiada di atas ada
ada ada bilang tiada
tiada tiada bilang ada
mau tiada? bilang ada
mau mau bilang tiada
mau ada? bilang tiada
mau mau bilang ada
ya tiada ya ada
ya ada ya tiada
Atau kala kita menggantinya dengan kode leksikal lainnya, maka kita dapati larik-larik berikut:
Rindu di atas benci
benci di atas rindu
rindu rindu bilang benci
benci benci bilang rindu
mau benci? bilang rindu
mau mau bilang benci
mau rindu? bilang benci
mau mau bilang rindu
ya benci ya rindu
ya rindu ya benci
Sajak ini termasuk sajak Sutardji yang paling mempesona karena hanya dengan dua fonem yang tak ada maknanya secara leksikal kita diberi ruang yang lapang untuk membangun makna tentang dialektik yang keras di antara dua jenis energi yang diberi nama “ping” dan “pong”
Makna Baru. Dialektik ini rupanya tak menghasilkan suatu sintesa yang memuaskan, sehingga akhrinya meledak dalam kalimat terakhir sajak yang berbunyi sembilu jarakMu merancap nyaring. Anda tahu “merancap” adalah bunyi senjata tajam yang sedang diasah. Maka, jarak dengan yang tak terbatas telah menjadi sembilu yang terus diasah dengan denting bunyi yang nyaring. Namun, di sinilah Sutardji berhadapan dengan kontradiksinya sendiri: usaha untuk keluar dari makna akan membawa kita kepada makna baru, seperti yang terjadi pada setiap metafor.
Bunyi-bunyi yang tak ada dalam kamus pada akhirnya harus diterjemahkan kembali dengan kata-kata dalam kode leksikal. Sehingga kita dapat menemukan makna yang terdapat pada puisi tersebut melalui kata-kata yang dimaknai.
Makna yang dapat diambil dari puisi “Shang Hai”, menurut saya adalah sesuatu yang ganda antara ada dan tiada bisa juga antar benci dan rindu dalam satu kondisi atau keadaan tertentu yang bersamaan, demi memuaskan nafsu dengan cara yang tidak wajar.

DAFTAR PUSTAKA
http://setetesembun.com
(Ignas Kleden*: Kompas, 04/08/2007)



1 Makalah ini disusun sebagai salah satu tugas mata kuliah Kajian Puisi yang diampu oleh Drs. H. Ma’mur Saadie, M.Pd., dan Drs. Rudi Adi Nugroho, M.Pd.

2 Penulis adalah mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni UPI Angkatan 2009 dengan NIM. 0906586





Tidak ada komentar:

Posting Komentar